Senin, 22 Februari 2010

SEBUAH PENANTIAN (Episode 3)

“ Mungkin ini ?? “ tanya ku.
Tak lama kemudian aku membaca sebuah nama dokter no.kamar praktek G. dr. Saleh Muhammad.
Kugenggam tangan kananku perlahan kupukul sapa pintu yang berwarna putih dengan bolongan kaca di tutup dengan horden biru.
“ Assalamualaikum… Assalamualaikum. “ salamku.
“ Waalaikumsalam…silahkan masuk. “ suara laki – laki setengah tua itu.
“ Permisi dokter…ada yang saya mau bicarakan tentang kesehatan kakak saya. “
“ Ia silahkan… siapa namanya kakak anda.”
Tatap sedikit menunduk dokter itu.

* * *

“Suster… suster…” teriak Umi dari dalam kamar pasien kak Nisha sambil menekan tombol darurat. Nafasnya sangat pendek…terkadang dadanya terhaik karena sesak dan rasa sakit yang menyerang tubuhnya yang indah menjadi sangat kurus. Umi terus beristigfar menyebut nama Allah “ suster…” teriak Umi ku sambil menangis “ ada apa ibu ???” tanya seorang suster dengan datang satu orang perawat lagi.
“ Tiba…tiba saja badannya terguncang “
“ Suster… saya akan memanggil dokter dulu “ pinta ijin seorang suster kepada suster yang satunya lagi. Tak lama datang seorang dokter dan bergegas menolong kak Nisha.
* * *

“ Apa dokter…dokter tidak bisa membantu kakak saya ?”
Nadaku sedikit meninggi karena emosiku mulai naik.
“ Saya benar – benar minta maaf sebelum dan sesudahnya.” Pinta dokter Saleh itu.
“ Dimanakah perasaan dan keprofesionalan anda sebagai dokter ? dimana dok? “
“ Mohon maaf dek…saya bukan spesialis kanker, tapi saya adalah spesialis gizi… bagaimana caranya saya bisa membantu?” Ungkap jelas dokter itu.
“ gizi? “ diamku tanpa kata.
Aku sangat shyok. Aku sudah sangat lama bercerita panjang lebar tentang penyakit kakakku. Ternyata… ya Allah. Aku salah masuk ruangan.
“Hanya tersisa satu dokter spesialis kanker disini. Ruangannya disebelah kiri… tepat didepan saya. “
Baru ku sadari. Pusat informasi itu menyuruhku berjalan lurus dari pusat informasi dan ruangannya di sebelah kiri. Tetapi, karena tadi aku kelewatan dan terburu-buru. Aku mencari dan berbalik arah. Astaghfirllah.
“amaafkan saya Dok. Permisi Assalamu’alaikum” pamitku
“Wa’alaikumsalam”

* * *

Kutarik perlahan agak tertutup rapat pintu Dokter Saleh. Dan bergegas aku kedepan pintu tepat didepan ruangan Doketr Saleh.
Kakiku gemetar, keringatku mendingin, langkahku melambat. Bibirku ku gigit kencang-kencang. Saat kubaca nama Dokter yang ada tertulis pada papan kecil menempel di pintu no.9 Dr. Josea Taro.

* * *

Aku berlari dengan maximal langkah yang diberikan jilbabku. Rasanya aku ingin menangis, tapi aku bahagia. Setidaknya aku dapat melihatnya lagi tanpa memikirkana resiko yang akan terjadi selanjutnya.

Pintu kamar pasien Kak Nisha Terbuka sedikit aku tak melihat sosok Joseo. Dimanan dia?”
“Anisha .., bangun nak!” Tangis ibu ku
“Tenang bu, keadaan sudah stabil. Saya tinggal ya bu. Assalamu’alaikum” pamit suster itu.
“Terimaksih sus” ucapku
“Kembali” jawab susuter itu sambil memberikan senyuman
Aku tak sadar bila air mataku leluasa menempel dan bernyanyi dipipiku
“Keadaaanya baik-baik saja tak perlu sangat dicemaskan” suara berat seorang laki-laki
“Alhamdulillah” kaget dan sangat shok ketika aku menoleh ke hadapannya
“Dokter Joseo?” tanyaku lirih
“Ia … tepat seklail anda Khaliya?”
“Benar da darimana anda tau?” terisak nafasku
“Ibunda anda, baiklah apabila kakak anda membutuhkan sesuatu silahkan hubungi saya. Mulai sekarang saya doketr tanggung jawabnya” jelas Doketre Joseo
“Terimakasih ..Assalamu’alaikum” pamitku berpaling
“Wa’alaikumsalam”
Langkahku terhenti ketika aku mendengarnya menjawab salamku sebagai muslim
“Lain kali kita bisa sambung lagi perbincangan kita bukan?” sambung sengaja Dokter Joseo
Aku bisa mengangguk memberi sedikit senyuman manis.


NEXT TO episode 4

0 komentar:

Posting Komentar

 

original on me ! Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon