Senin, 22 Februari 2010

SEBUAH PENANTIAN (Episode 6)

Hari demi hari, duka itu memudar. Keluargaku juga mengikhlaskan kepergianku kak Nisha menghadap sang Khalik. Aku berlari mengejar bis menuju Qatar. Tapi aku terjatuh dan kakiku terkilir. Mobil sedan itu menabrakku. Aku segera dilarikan ke rumah sakit.

Sebenarnya lukaku tidak parah. Hanya saja orangtuaku terlalu cemas dan khawatir. Joseo yang merawatku.
“Bagaimana denga nterapi Dok?” ungkapku
“Bisa…tapi, itu lebih baik dengan Dokter wanita” ujar Joseo
“Baik, terimakasih” Ujarku
Andai saja Joseo adalah suamiku pasti….hah lupakan!
“Sebenarnya …. Kamu menikah dengan saya”
“Apa dok? Tapi kan ini tidak pakai operasi? Kagetku
“Ia …. Tapi ini karena cinta” jelas Joseo dan langsung pergi

* * *

Aku hanya tersenyum berharap omongannya itu benar
Pintu pasien terbuka oleh Abah dan Umi
“Abah? Umi? Kan Liya bilang malem ini Liya ga usah dijaga. Abah & Umi kan cape.” Ungkapku
Aku diam belum sempat bicara, tiba-tiba kulihat sosok Joseo
“Joseo melamarmu nak!” ujar Abah
Umi tersenyum sedang aku terdiam

* * *

Ternyata Joseo tahu tentang surat kosong ungu muda yang kuberi saat kulai. Ternyata ia mencintaiku. Bukan kak Nisha. Sebenarnya ia tahu bika kak Nisha tidak berumur samapai akad tiba. Dan ia berharap aku yang menggantikannya. Ya Tuhan.. Abah & Umi serta Joseo meminta jawabanku
“Apakah aku bersedia dipersunting Joseo”
Aku mencintai Joseo

* * *

“Saya terima nikahnya Khaliya Rhisyab binti Sultan Adzahar Rhisyab dan mas kawin seperangkat alat sholat dan cinta sejati dibayar tunai”
“syah? Syah…”
Selesai sudah Joseo menyatakannya. Aku dan dia sudah bisa membuat keluarga baru. Ternyata, dari keikhlasan itu lah aku dapat meenrima anugrah yang lebih indah.



Cinta itu adalah segelas air putih
Rasanya hambar bila tidak terbakar dahaga
Akan tetapi berasa kurma bila membutuhkannya
Itulah cinta

Anugrah terindah dari Tuhan
Kebahagiaan dibalik kesengsaraan
Rahmat dari segala keikhlasan
Kesucian dibalik kasih sayang

Jadilah dirimu sendiri didepan orang yang kau cintai
Jangan kau buktikan kesempurnaanmu
Agar di dapat mencintai kekuranganmu
Dan menghargai dirimu apa adanya

Biarkanlah ia pergi apabila bukan jodohmu
Tapi, jagalah dia..
Apabila ia tercipta untukmu…


Itulah penantianku
Penantian Dengan Sebuah Keikhlasan


THE END
Continue Reading...

SEBUAH PENANTIAN (Episode 5)

Kugenggam ujung tempat tidur pasien sambil kudorong kuat-kuat kugigit kencang bibirku. Kuusap keringatnya sesekali. Dan percikan tetesan asin dari mata ini pun jatuh. Penyakit kak Nisha kumat.

* * *

Kak Nisha sakit sejak 7 tahun lalu. Penyakitnya langka yaitu kanker payudara. Dan syaraf kepalanya sedikti terganggu mungkin itu sudah takdir. Tapi, aku rasa itu sangat menyedihkan. Itu tidak adil.

“Khaliya…saya tidak bisa mengoperasikan?” ungkap Joseo
“Tolong Dok. Berapapun biayanya atau…”
Joseo memtong pembicaraanku
“Bukan masalah biaya. Tapi mahrom tidak sepantasnya seorang laki-laki bukan? Bilapun ada cara pasti saya akan lakukan.” Jelas Joseo
“Izinkan saya menikahi dia” Ujar Joseo
Aku melotot bengong, benging tak percaya. Aku tidak terima. Aku pingsan

* * *

Hujan turun deras sekali. Keadaan rumahku semakin ramai. Kugigit kedua bibirku utnuk menahan rasa sakit di hati ini. Ya… nanti malam kak Nisha akan dipersunting Joseo. Aku harus mengikhlaskan itu. Demi kebaikan kakak tercintaku. Ak harus tetap bahagia. Kupandangi wajah cantik kak Nisha, hanya dengan polesan bedak bayi @ lipstik yang sangat tipis ia terlihat sempurna.
Joseo adalah anak yang lahir oleh 2 agama. Ayahnya muslim sedangkan ibunya Protestan. Setelah ayahnya meninggal ia mengikuti agama ibunya. Padahal sebelumnya ia muslim. Resmilah sudah ia menjadi muslim lagi setelah ibunya meninggal.

* * *

“Silahkan, bisa dimulai akad nikahnya” ujar seorang penghulu. Batinku mnejerit aku tidak ingin melihat Joseo mempersunting wanita lain. Yang tidak lain adalah kakakku sendiri. Aku ingin pergi dari tempat itu. Tapi, bagaimanapun aku harus tetap menjadi saksi kebahagiaan kakakku. Dan kebahagiaan cinta sejatiku Joseo Taro.

* * *

“Bismillahirrahmanirrahim..saya nikahkan Ananda Joseo Taro bin Taro Muhammad dengan Ananda……”
“Abah……….” Umiku menjerit
“Astaghfirullah …ada apa Umi?” tanyaku
Umiku menangis dan tak sadarkan diri
Aku mulai menyesali kecemburuanku. Seharusnya, aku senang dan bahagia bila Joseo lebih cepat menikahi kak Nisha. Agar operasi bisa dijalankan dengan cepat. Sekarang? Apalah artinya semua? Kak Nisah sudah menghembuskan nafas terakhirnya di R.S. Joseopun belum sempet melanjutkan akad nikah. Karena mempelaiany sudah meninggal.

* * *

Pemakaman kak Nisha sangat membuatku dan keluarga terpukul. Sadam pulang sementara ke Qatar dan aku mengundur kepergianku ke Kairo. Untuk ketenangan Abah dan Umi.
Joseo datang denagn kemeja hitam membawa setangkai bunga dan diletakkan diatas makam kak Nisha. Kulihat ia berdoa.

* * *

NEXT TO episode 6
Continue Reading...

SEBUAH PENANTIAN (Episode 4)

Suasana Qatar hari ini terasa sangat panas. Kuangkat keranjang roti yang tersisa sekitar 15 potong roti lagi yang seharusnya ku stor kekedai tetapi kedai tersebut tutup. Terpaksa harus kubawa pulang. Aku berbalik aku ingin bertemu kak Nisha, siapa tau Allah memberi Anugrah dengan memberi kesembuhan pada kak Nisha.

“Khaliya Rhisyab”
“Dokter..” aku menoleh kearah suara yang memanggilku ternyata Joseo menyebut namaku lengkap
“Ada kabar baik untukmu”
“Alhamdulillah..apakah itu Dok” kami berbincang sambil melangkah menuju kamar kak Anisha.
“Liya…”
“Kak Nisha..”
Sesosok kak Nisha bangun berbicara memanggil namaku diatas kursi roda yang ia jalankan sendiri.
“Kak Nisha Alhamdulillah” ke berlari dan kupeluk ia betapa indahnya anugrah Allah.
“Semua ini, berkat Allah mengirimkan malaikat berupa Dokter yang berhasil menyelematkan kakak dari koma” jelas Kak Nisha.
“Terimakasih Dok”
“Ia..berterimakasih lah kepada Allah” ungkapnya
Denan memberikan senyuman tampan dari lesung pipinya kurasakan kebahagiaan itu datang.

* * *

Hari demi hari kesembuhan kak Nisha mulai menunjukkan wujudnya. Aku dan Joseo menjadi lenih sering bertemu kudorong kursi roda kak Nisha
“Kapan saya bisa pulang Dok?” tanya kak Nisha
“Kak Nisha, kaka kan belum sembuu banget mendingan kakak dirawat dulu” ujarku
“Ah….Khaliya” kaka Nisha sambil cemberut
“Siapa bilang boleh pulang? Dan siapa juga yang bilang kamu udah sembuh?” senyum Joseo
“Jadi?” ungkapku
“Kak Nisha boleh pulang. Asalkan kontrol nya rutin. Dan tetap jaga kesehatan dirumah” jelas Joseo.
Senyum kak Nisha dan aku sungguh bahagia. Selendang merah itu pun tambah mempercantik indah wajahnya kak Nisha. Kak Nisha memang cantik. Orang-orang selalu berkata bila gula sudah berubah rasa menjadi asin maka semut tetap akan mengerubunginya. Begitulah kak Nisha, walaupun ia sakit tapi wajahnya yang indah nan berseri tetap membuat kaum Adam jatuh hati.
Minggu lalu saja, Abah kembali menolak lamaran seoranh pria pengusaha minyak pada kak Nisha. Walaupun ia sakit.

* * *

“Dokter Joseo itu baik ya!” uangkap kak Nisha
“Ia… namanya juga Dokter kak.” Jawabku
“Kenapa ya Khaliya… satu aja dari sekian banyak laki-laki yang melamar kakak itu Dokter Joseo.” Lanjutnya
Aku sedikit terdiam mungkin tak sanggup menjawab. Ya Tuhan sebenarnya aku bahagia kak Nisha sembuh. Tetapi, aku tidak ingin Joseo menjadi milik kak Nisha
“Khaliya….?” Ujar kak Nisha mengagetkanku
“i..ia..oh apa kak? Jawabku
“Ih…kamu nih…ngelamun terus….mikirin cowok ya? Kalo mikirin tuh atau nyari yang berkelas dong! Kaya Joseo gitu ..” ungkap kak Nisha meledek dan meninggalkan aku
Kugigit bibir atasku erat-erat …aku merasakan sesuatu yang tidak kuinginkan. Mataku kering, badanku kaku, jantung ini seperti mati
Aku takut kehilangan Joseo

* * *

“Abah …. Dimakan rotinya” ujar Umi
“Tunggu dulu….Abah ingin bicara pada Khaliya” lanjut Abah
Aku duduk disamping kak Nisha entah mengapa kak Nisha menjadi lebih kaku dan tidak seramah dulu. Perasaanku sedikit iri melihat ibu dan Abah terlalu memperhatikan kak Nisha. Ya, mungkin ini akibat hampir 7 tahun kak Nisha tidak bergabung dimeja makan ini.

* * *

“Khaliya, Abah memutuskan untuk menyekolahkan kamu ke Kairo lagi” Ujar Abah
“Apa Bah? Buat apa? Bukankah Khaliya sudah tertinggal jauh pelajaran. Khaliya tidak mungkin sekolah lagi” jawabku
“Itukan masalah gampang Liya. Umi dan Abah punya uang yang cukup untuk memperindah masa depanmu!” cetus umi
“Ia..Liya…terima kasih seharusnya kamu sama Umi dan Abah” lanjut kak Nisha
“Tapi kan…” potongku tetapi Abah memaksa
“Abah sudah pesan tiket untuk penerbanagn ke Kairo hari Minggu. Kamu masih punya 4 hari untuk bersiap-siap” jelas Abah

* * *

Aku hanya diam. Rasanya aku ingin menangis. Aku takut berpisah dari Joseo aku Kairo sedangkan Joseo dan kak Nisha dekat Qatar. Aku takut apa yang aku takutkan terjadi lagi. Tapi, sholat Tahajudku semalam sedikt membuka pintu hatiku untuk bersikap positif.

Kurapikan barang-barang. Biarpun airmata ini hanya bernyanyi dihati saja. Namun, aku merasakan sayap-sayap cintaku patah. Seperti impian & cita-citaku 4 tahun yang lalu. Ketika aku harus meninggalkan Kairo dan kembali ke Qatar meninggalkan Joseo. Itulah dia.

* * *

“Liya..kamu pake baju ku nih, kegedean. Badan mu kan sekarang lebih besar dari aku” ujar kak Nisha
Padahal bukan sekarang saja. Dari dulu bdannya memang langsing.
“Taro aja ntar aku pake” Ungkapku
“Aduh…”
Kenapa kak?”
“Kepalalu pusing..gak tahan…tolong kakak, Liya!”
“Umi…Abah….”teriakku

* * *
NEXT TO episode 5
Continue Reading...

SEBUAH PENANTIAN (Episode 3)

“ Mungkin ini ?? “ tanya ku.
Tak lama kemudian aku membaca sebuah nama dokter no.kamar praktek G. dr. Saleh Muhammad.
Kugenggam tangan kananku perlahan kupukul sapa pintu yang berwarna putih dengan bolongan kaca di tutup dengan horden biru.
“ Assalamualaikum… Assalamualaikum. “ salamku.
“ Waalaikumsalam…silahkan masuk. “ suara laki – laki setengah tua itu.
“ Permisi dokter…ada yang saya mau bicarakan tentang kesehatan kakak saya. “
“ Ia silahkan… siapa namanya kakak anda.”
Tatap sedikit menunduk dokter itu.

* * *

“Suster… suster…” teriak Umi dari dalam kamar pasien kak Nisha sambil menekan tombol darurat. Nafasnya sangat pendek…terkadang dadanya terhaik karena sesak dan rasa sakit yang menyerang tubuhnya yang indah menjadi sangat kurus. Umi terus beristigfar menyebut nama Allah “ suster…” teriak Umi ku sambil menangis “ ada apa ibu ???” tanya seorang suster dengan datang satu orang perawat lagi.
“ Tiba…tiba saja badannya terguncang “
“ Suster… saya akan memanggil dokter dulu “ pinta ijin seorang suster kepada suster yang satunya lagi. Tak lama datang seorang dokter dan bergegas menolong kak Nisha.
* * *

“ Apa dokter…dokter tidak bisa membantu kakak saya ?”
Nadaku sedikit meninggi karena emosiku mulai naik.
“ Saya benar – benar minta maaf sebelum dan sesudahnya.” Pinta dokter Saleh itu.
“ Dimanakah perasaan dan keprofesionalan anda sebagai dokter ? dimana dok? “
“ Mohon maaf dek…saya bukan spesialis kanker, tapi saya adalah spesialis gizi… bagaimana caranya saya bisa membantu?” Ungkap jelas dokter itu.
“ gizi? “ diamku tanpa kata.
Aku sangat shyok. Aku sudah sangat lama bercerita panjang lebar tentang penyakit kakakku. Ternyata… ya Allah. Aku salah masuk ruangan.
“Hanya tersisa satu dokter spesialis kanker disini. Ruangannya disebelah kiri… tepat didepan saya. “
Baru ku sadari. Pusat informasi itu menyuruhku berjalan lurus dari pusat informasi dan ruangannya di sebelah kiri. Tetapi, karena tadi aku kelewatan dan terburu-buru. Aku mencari dan berbalik arah. Astaghfirllah.
“amaafkan saya Dok. Permisi Assalamu’alaikum” pamitku
“Wa’alaikumsalam”

* * *

Kutarik perlahan agak tertutup rapat pintu Dokter Saleh. Dan bergegas aku kedepan pintu tepat didepan ruangan Doketr Saleh.
Kakiku gemetar, keringatku mendingin, langkahku melambat. Bibirku ku gigit kencang-kencang. Saat kubaca nama Dokter yang ada tertulis pada papan kecil menempel di pintu no.9 Dr. Josea Taro.

* * *

Aku berlari dengan maximal langkah yang diberikan jilbabku. Rasanya aku ingin menangis, tapi aku bahagia. Setidaknya aku dapat melihatnya lagi tanpa memikirkana resiko yang akan terjadi selanjutnya.

Pintu kamar pasien Kak Nisha Terbuka sedikit aku tak melihat sosok Joseo. Dimanan dia?”
“Anisha .., bangun nak!” Tangis ibu ku
“Tenang bu, keadaan sudah stabil. Saya tinggal ya bu. Assalamu’alaikum” pamit suster itu.
“Terimaksih sus” ucapku
“Kembali” jawab susuter itu sambil memberikan senyuman
Aku tak sadar bila air mataku leluasa menempel dan bernyanyi dipipiku
“Keadaaanya baik-baik saja tak perlu sangat dicemaskan” suara berat seorang laki-laki
“Alhamdulillah” kaget dan sangat shok ketika aku menoleh ke hadapannya
“Dokter Joseo?” tanyaku lirih
“Ia … tepat seklail anda Khaliya?”
“Benar da darimana anda tau?” terisak nafasku
“Ibunda anda, baiklah apabila kakak anda membutuhkan sesuatu silahkan hubungi saya. Mulai sekarang saya doketr tanggung jawabnya” jelas Doketre Joseo
“Terimakasih ..Assalamu’alaikum” pamitku berpaling
“Wa’alaikumsalam”
Langkahku terhenti ketika aku mendengarnya menjawab salamku sebagai muslim
“Lain kali kita bisa sambung lagi perbincangan kita bukan?” sambung sengaja Dokter Joseo
Aku bisa mengangguk memberi sedikit senyuman manis.


NEXT TO episode 4
Continue Reading...

SEBUAH PENANTIAN (Episode 2)

Ajaran Abahku sepertinya harus kulanggar saat ini,aku memberi bingkisan yang berisikan kertas kosong berwarna ungu merahmuda dan kuletakkan di gantungan loker joseo.

Aku kembali ke Qatar. Ku usap keringat dan sedikit debu tebung yang lengket. “ panas bah, klo abah capek biar liya aja yang menyetok roti keju ketoko “ tawar ku pada abah yang sudah menengguk 3 gelas air mineral “ ia… silahkan, bila kamu tidak lelah liya. “ jawab abah mengusap tangannya yang penuh tepung.

* * *
Air mineral kembali ku ingat lagi cinta sejati ku yang jatuh pada Joseo. Kemana dia sekarang? Apakah dia menyadari isi maksud kertas kosong dariku ? entalah kucoba untuk melupakannya.

Ku dorong sepeda keranjangku yang penuh berisi roti keju yang akan kustor kekedai – kedai di pasar Qatar. Sayup angin memberi semangat mengayuh sepedaku. ya… sudah 3 tahun aku tidak bertemu dengannya tepat tahun depan seharusnya aku akan menjadi sarjana fakultas kedokteran Al – Azhar. Dan setelah itu akan aku ingat Joseo sudah menjadi seorang dokter spesialis. Ya Tuhan. Aku sangat mencintainya.


* * *

Aku bekerja keras membanting tulang demi bisa menyekolahkan Sadam ke Al – Azhar. Otaknya cukup cemerlang, dan tahun ajaran baru ini ia diterima di fakultas kedokteran aku berjanji akan terus menyekolahkannya dan menyembuhkan kak Nisha dari sakitnya. Tulang perih seperti dipukuli orang aku tak peduli aku akan berjuang. Aku membaca email kiriman sahabatku di Kairo. “ Assalam… khaliya…apa kabarmu sekarang ? Alhamdulilah kami sudah menjadi seorang tenaga medis di Jakarta. Kami sangat oae message dari Rhamanda pusung. Sahabat dari Jakarta saat aku berkuliah di Kairo jujur saja, terkadang aku menyesal tidak bisa melanjutkan kuliahku. Itulah takdir tetap harus aku jalani.

* * *

Saat ini ku pegang erat tangan halus kakak tersayangku Anisha. Wajah cantiknya tetap saja kelihatan, walaupun pucat keringat dingin bagaikan topeng yang menutup wajahnya. Ya Allah, tidak…

Kudorong tempat tidur pasien menuju kamar gawat darurat rumah sakit besar di Qatar. Tak ada yang bisa kuucapkan lagi selain beristigfar menyebut nama Allah. Selamatkanlah nyawa hambamu ini. Tertunduk lemas kepala dan badanku yang sudah tak bisa aku sadarkan aku takut sekali kehilangan kak Nisha, aku sangat menyayanginya. Tak lama kemudian seorang suster menghampiriku nona, sebaiknya menghubungi Rumah Sakit lain! Karena dokter spesialis kanker sedang tidak ada ditempat saat ini “ ungkap perawat itu hampir meninggalkanku langsung ku sambungkan perbincangan kami “ apa sus? Tidak mungkin Rumah Sakit sebesar ini kehabisan dokter wanita spesialis kanker? “. “sebenarnya, dokter yang lain ada. Tetapi laki – laki. : anda tau kan di Arab Saudi dokter laki – laki tidak boleh dan di haramkan untuk mengoperasi pasien yang bukan mahromnya. Itu berlaku di Rumah Sakit ini, harap bisa dimengerti.” gegas suster itu “ baiklah sus, tapi apakah saya boleh menghubungi dokter laki – laki itu ? dimana ruangannya? “ baiklah, silahkan anda menghubungi pusat informasi di ujung dekat pantri. “ ramah senyum suster itu “ terima kasih … Assalamualaikum “. “ Waalaikumsalam, permisi…”


* * *

Berembun sudah kaca yang berada didepan wajahku melihat selang – selang kecil menolongnya detik demi detik. Tetesan air ini pelan – pelan menjatuhi pipiku. Hanya dari kaca ini aku dapat melihat kak Nisha. Ya Tuhan, aku sungguh menyayanginya.

“ Sudah… biar umi saja yang jaga kak Nisha. “
Ternyata umi sudah datang untuk menjaga kak Nisha.
“ U..umi…? “ sahutku terisak.
“ Khaliya…km juga butuh istirahat, pulanglah… biar Umi yang disini. Paksa Umi halus.
“ Ia Umi “ sambil teranguk.
Senyum Umiku bagaikan teh manis dingin yang dapat dirasakan saat terbakar dahaga. Begitulah, dapat memberikan semangat di setiap saat aku membutuhkan motivasi.

* * *

Hujan turun begitu deras. Kutarik nafasku kubangkitkan ragaku dari kursi tunggu rumah sakit. Kuyakinkan perasaanku untuk menemui dokter laki – laki spesialis kanker yang katanya tersisa satu itu.
Kanan kiriku mulai sepi, mungkin karena waktu jam besuk sudah habis. Hanya kak Nisha dan kesembuhannyalah yang sangat kubutuhkan saat ini. Ruangan dokter itu cukup jauh. Kulihat papan yang bertuliskan nama dokter yang terdapat masing – masing pintu kamar praktek.


NEXT TO episode 3
Continue Reading...

SEBUAH PENANTIAN (Episode 1)

Erat bagaikan sedang manarik tali tambang, keringat dingin itu membasahi mengalir bak mata air melalui pipi manis berpucat penyakit yang dideritanya semenjak 5 tahun yang lalu. Dengan bangga kutarik lepas senyum indahnya kata orang bagaikan anugrah dari surga ia anak pertama dari 3 bersaudara.

Namaku Khaliya Rhisyab, aku anak kedua setelah kakak tercintaku, Annisha Rhisyab. Dan adik terakhirku sekaligus bungsu dikeluargaku yang amat kusayangi, Sadam Rhisyab. Kami 3 bersaudara dari keluarga besar Rhisyab. Abahku seorang pengusaha roti keju beraneka bentuk yang cukup terkenal di Qatar, Arab Saudi ia selalu bekerja keras tak pernah menyerah dan selalu pantang menyerah untuk membawa keluarganya jauh dari kemiskinan ialah Sultan Adzhar Rhisyab bersama umi tercintaku, Hayati Rhisyab gadis kelahiran Indonesia itu menjadi kebangsaan Arab saat dipinang oleh abahku itulah semua anggota keluargaku.

Al – Azar jurusan medis lebih tepatnya di falkutas kedokteran Al – Azhar adalah Universitas pilihanku untuk menuntut ilmu walaupun aku harus meninggalkan keluargaku di Qatar dan menetap di Kairo selama aku menempuh jenjang pendidikan di Al – Azhar yang seharusnya dan sewajarnya kurang lebih 5 – 6 tahun.

Sahabat – sahabatku yang kudapatkan di Kairo tidak kalah baik dan pengertiannya bila dibandingkan dengan sahabat – sahabat baiku di Qatar. Aku mencintai tanah kelahiranku, Qatar 20 tahun lalu untuk yang pertama kalinya aku melihat dan tersenyum pada dunia Qatar, aku cinta sekali dengan kota suci itu.

* * *

Buku tebal bertuliskan ilmu pengetahuan medis itu akhirnya bisa tertutup, tinta hitam pulpen faster sudah masuk dan terkunci di tempat pinsil kerroppi hijau miliku. Dosen yang sediki tua tetapi bermata indah dan berotak emas itu tersenyum bergegas meninggalkan ruangan pelajaran .

Aku berjalan lurus melewati koridor kampusku. Aku mempelajari segala sesuatu yang terdapat dikampusku. Ku kencangkan selendang yang memperindah kerudung dan jilbab yang ku kenakan hari ini. Aku bahagia sekali bisa diterima disini sebenarnya selain itu ada satu hal lagi yang membuatku lebih bahagia lagi masuk disini yaitu… Aku menyukai dan sangat menyukai salah seorang pemuda Indonesia berfakultas spesialis kedokteran di Al – Azhar ini namanya Joseo Taro.

Pertama kali aku mengenalnya melalui surat kabar terbesar di Qatar sekitar 7 tahun yang lalu. Mungkin saat itu aku masih di Madrasah Tsanawiyah. Ia pria tampan berkeyakinan protestan dan dilahirkan serta dibesarkan di Indonesia. Ayahnya seorang pengusaha kontraktor di BUMN di Qatar. Ia anak bungsu dan sekaligus anak tunggal di keluarganya. Ayahnya meninggal pada kecelakaan pesawat tahun 2000, dan ibundanya menyusul 3 tahun setelah ayahnya pergi. Ia pewaris tunggal di keluarganya. Ia pintar, cerdas, ulet dan ya tampan. Aku tau itu semua melaluai kabarberita sepupu dari ibuku di Jakarta. Ia mendapat beasiswa murid berprestasi yang pantas berkuliah di Al – azhar. Fakultas kedokteran pula oleh karena itulah di jenjang SMA aku belajar mati – matian agar dapat berkuliah satu Universitas dengannya. Ia lebih dulu 2 semester dari aku, karena sebenarnya umur kami sama akan tetapi kepintarannyalah yang membawanya kepintu sekolah Axelerasi.


* * *


Untuk yang kesekian kalinya, aku melihatnya menenggak air botol mineral. Tapi pendidikan abahku, seorang wanita tak pantas memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum kaum adam yang memulainya.

“ Assalammualaikum wr.wb…Assalammualikum wr.wb “
Seorang imam melanjutkan kegiatan sesudah sholat dengan berikhtiar. Selesai keluar mushola aku hendak berjalan ya Allah, aku melihat Joseo berbincang dengan Dosen terbaik disini, ntah apa yang di bicarakannya. Tapi, perasaanku tergesah dan tak nyaman. Kucoba untuk bersikap biasa.
Kenaikan semester 2, kurasakan begitu indah, dengan pemandangan keseharian Joseo Taro tertawa dan saling berbagi Dakwah Islami bersama sahabat – sahabatku di Kairo.
Tapi, itu semua harus berakhir. Pilu dan amat sangat terasa sedih dari sesak dadaku, ketika abahku menyuruhku pulang ke Qatar. “ kak nisha sakit parah, ibu harus menjaganya setiap hari. Dan abah terlalu capai mengerjakan semua pekerjaan di pabrik roti. Pulanglah khaliya kami sangat menunggu kedatanganmu.” Ungkap abah dan menutup perbincangan kami dengan salam.

Bagaikan tulisan yang terukir di pesisir pantai, rasanya sudah tergenang ombak dan lenyap. Seperti itulah impianku lenyap dan musnah sudah. Semenjak ibu tidak membantu abah lagi,abah harus bekerja sendiri membuat roti dan abah akhirnya mengurangi jumlah produksi roti dan setelah di jual ½ lebih harus digunakan membeli obat kak nisha. Balum lagi untuk biaya pendidikan aku dan adik bungsuku serta kebutuhan sehari hari keluargaku di Qatar. Abah sudah tidak mampu lagi membiayai kuliahku. Baiklah, aku kembali ke Qatar.
Continue Reading...
 

original on me ! Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon