Senin, 22 Februari 2010

SEBUAH PENANTIAN (Episode 1)

Erat bagaikan sedang manarik tali tambang, keringat dingin itu membasahi mengalir bak mata air melalui pipi manis berpucat penyakit yang dideritanya semenjak 5 tahun yang lalu. Dengan bangga kutarik lepas senyum indahnya kata orang bagaikan anugrah dari surga ia anak pertama dari 3 bersaudara.

Namaku Khaliya Rhisyab, aku anak kedua setelah kakak tercintaku, Annisha Rhisyab. Dan adik terakhirku sekaligus bungsu dikeluargaku yang amat kusayangi, Sadam Rhisyab. Kami 3 bersaudara dari keluarga besar Rhisyab. Abahku seorang pengusaha roti keju beraneka bentuk yang cukup terkenal di Qatar, Arab Saudi ia selalu bekerja keras tak pernah menyerah dan selalu pantang menyerah untuk membawa keluarganya jauh dari kemiskinan ialah Sultan Adzhar Rhisyab bersama umi tercintaku, Hayati Rhisyab gadis kelahiran Indonesia itu menjadi kebangsaan Arab saat dipinang oleh abahku itulah semua anggota keluargaku.

Al – Azar jurusan medis lebih tepatnya di falkutas kedokteran Al – Azhar adalah Universitas pilihanku untuk menuntut ilmu walaupun aku harus meninggalkan keluargaku di Qatar dan menetap di Kairo selama aku menempuh jenjang pendidikan di Al – Azhar yang seharusnya dan sewajarnya kurang lebih 5 – 6 tahun.

Sahabat – sahabatku yang kudapatkan di Kairo tidak kalah baik dan pengertiannya bila dibandingkan dengan sahabat – sahabat baiku di Qatar. Aku mencintai tanah kelahiranku, Qatar 20 tahun lalu untuk yang pertama kalinya aku melihat dan tersenyum pada dunia Qatar, aku cinta sekali dengan kota suci itu.

* * *

Buku tebal bertuliskan ilmu pengetahuan medis itu akhirnya bisa tertutup, tinta hitam pulpen faster sudah masuk dan terkunci di tempat pinsil kerroppi hijau miliku. Dosen yang sediki tua tetapi bermata indah dan berotak emas itu tersenyum bergegas meninggalkan ruangan pelajaran .

Aku berjalan lurus melewati koridor kampusku. Aku mempelajari segala sesuatu yang terdapat dikampusku. Ku kencangkan selendang yang memperindah kerudung dan jilbab yang ku kenakan hari ini. Aku bahagia sekali bisa diterima disini sebenarnya selain itu ada satu hal lagi yang membuatku lebih bahagia lagi masuk disini yaitu… Aku menyukai dan sangat menyukai salah seorang pemuda Indonesia berfakultas spesialis kedokteran di Al – Azhar ini namanya Joseo Taro.

Pertama kali aku mengenalnya melalui surat kabar terbesar di Qatar sekitar 7 tahun yang lalu. Mungkin saat itu aku masih di Madrasah Tsanawiyah. Ia pria tampan berkeyakinan protestan dan dilahirkan serta dibesarkan di Indonesia. Ayahnya seorang pengusaha kontraktor di BUMN di Qatar. Ia anak bungsu dan sekaligus anak tunggal di keluarganya. Ayahnya meninggal pada kecelakaan pesawat tahun 2000, dan ibundanya menyusul 3 tahun setelah ayahnya pergi. Ia pewaris tunggal di keluarganya. Ia pintar, cerdas, ulet dan ya tampan. Aku tau itu semua melaluai kabarberita sepupu dari ibuku di Jakarta. Ia mendapat beasiswa murid berprestasi yang pantas berkuliah di Al – azhar. Fakultas kedokteran pula oleh karena itulah di jenjang SMA aku belajar mati – matian agar dapat berkuliah satu Universitas dengannya. Ia lebih dulu 2 semester dari aku, karena sebenarnya umur kami sama akan tetapi kepintarannyalah yang membawanya kepintu sekolah Axelerasi.


* * *


Untuk yang kesekian kalinya, aku melihatnya menenggak air botol mineral. Tapi pendidikan abahku, seorang wanita tak pantas memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum kaum adam yang memulainya.

“ Assalammualaikum wr.wb…Assalammualikum wr.wb “
Seorang imam melanjutkan kegiatan sesudah sholat dengan berikhtiar. Selesai keluar mushola aku hendak berjalan ya Allah, aku melihat Joseo berbincang dengan Dosen terbaik disini, ntah apa yang di bicarakannya. Tapi, perasaanku tergesah dan tak nyaman. Kucoba untuk bersikap biasa.
Kenaikan semester 2, kurasakan begitu indah, dengan pemandangan keseharian Joseo Taro tertawa dan saling berbagi Dakwah Islami bersama sahabat – sahabatku di Kairo.
Tapi, itu semua harus berakhir. Pilu dan amat sangat terasa sedih dari sesak dadaku, ketika abahku menyuruhku pulang ke Qatar. “ kak nisha sakit parah, ibu harus menjaganya setiap hari. Dan abah terlalu capai mengerjakan semua pekerjaan di pabrik roti. Pulanglah khaliya kami sangat menunggu kedatanganmu.” Ungkap abah dan menutup perbincangan kami dengan salam.

Bagaikan tulisan yang terukir di pesisir pantai, rasanya sudah tergenang ombak dan lenyap. Seperti itulah impianku lenyap dan musnah sudah. Semenjak ibu tidak membantu abah lagi,abah harus bekerja sendiri membuat roti dan abah akhirnya mengurangi jumlah produksi roti dan setelah di jual ½ lebih harus digunakan membeli obat kak nisha. Balum lagi untuk biaya pendidikan aku dan adik bungsuku serta kebutuhan sehari hari keluargaku di Qatar. Abah sudah tidak mampu lagi membiayai kuliahku. Baiklah, aku kembali ke Qatar.

0 komentar:

Posting Komentar

 

original on me ! Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon